KEPADA TUHAN KAMI BERHUTANG, KEPADA NEGARA KAMI BERHUTANG, KEPADA ALAM KAMI BERHUTANG.......KONSULTASI GRATIS PROSEDUR, TATA CARA BERKAITAN DENGAN EKSPOR-IMPOR DAN HAL-YANG TERKAIT...email:nusaraya45@gmail.com

07/12/2015

Permendag RI No. 84/M-DAG/PER/10/2015

Permendag RI
No. 84/M-DAG/PER/10/2015


Permendag RI No.83/M-DAG/PER/10/2015

Permendag RI
No.83/M-DAG/PER/10/2015



02/12/2015

Permendag No. 85/M-DAG/PER/10/2015


Peraturan Menteri Perdagangan RI
No. 85/M-DAG/PER/10/2015















































































Masyarakat Aceh dan Kopi



Aceh, yang termasuk salah satu wilayah NKRI sangat identik dengan kopi. Karena itulah, kedai kopi banyak kita temui di berbagai pelosok Provinsi berjuluk Serambi Mekkah ini.  Siang maupun malam, berbagai lapisan masyarakat di wilayah Aceh mengisi kedai-kedai kopi untuk bersantai minum kopi.  Kopi ibarat nafas bagi orang Aceh, dimana sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, dan sudah ada sejak zaman kesultanan Aceh.

Tradisi minum kopi ini berkembang turun temurun seiring perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia. Sejak zaman perang dengan kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah utama produksi kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng.

Adapun kopi Gayo yang termasuk jenis Kopi Arabika, di pasar internasional  termasuk dalam kelas kopi premium. Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Tanah Air yang merajai 40% pasar dalam negeri.

Untuk Kopi Ulee Kareng, sebagian besar kedai kopi di Banda Aceh menyuguhkan kopi produksi daerah ini. Proses pengolahan bubuk kopi di kedai-kedai kopi ini menyimpan keunikan tersendiri. Bubuk kopi tidak sekedar diseduh dengan air panas tetapi dimasak, sehingga aroma dan citarasa kopi yang keluar benar-benar kuat. Kopi yang sudah dimasak ini kemudian mengalami beberapa kali proses penyaringan menggunakan saringan berbentuk kerucut. Di kedai-kedai kopi ini, biasanya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian, yaitu kopi hitam, kopi + susu dan sanger. Kopi hitam dan kopi susu mungkin sering kita temui di daerah-daerah lain di wilayah Indonesia, tetapi Sanger adalah racikan khas dan orisinil dari Aceh. Jika dilihat sekilas  tampilannya, kopi sangeri mirip dengan kopi susu. Tetapi yang khas dari Sanger adalah komposisi susu dan gulanya yang tidak dominan membuat keharuman dan citarasa kopinya lebih terasa. Campuran kopi saring, susu kental dan gula ini kemudian dikocok hingga berbusa.

Meskipun zaman berubah, budaya minum kopi di tengah masyarakat Aceh tetap terjaga hingga ke generasi muda. Yang membuatnya agak berbeda, saat ini fasilitas yang ditawarkan pengelola ikut menentukan ramai tidaknya suatu kedai kopi di Banda Aceh. Kini, tata ruang yang nyaman dan fasilitas internet hotspot (wifi) gratis biasanya menarik lebih banyak kalangan muda untuk lebih betah kongkow di kedai kopi. Meski demikian, bagi penikmat kopi tulen, warung yang sederhana namun menyajikan salah satu racikan kopi terbaik di Aceh seperti Kedai Solong di Ulee Kareng, tetap menjadi tujuan nomor satu saat bertandang ke Banda Aceh.

Demikian semoga bermanfaat.

Tradisi Unik Masyarakat di Papua




Tidak sekedar potensi sumber daya alam baik hasil tambang dan wisata alam, Papua sebagai bagian dari wilayah NKRI juga terkenal memiliki kekayaan tradisi dan budaya. Beberapa tradisi dan kebudayaan dari pulau ini, bahkan telah dikenal hingga ke banyak negara. Diantaranya adalah, seni ukir (pahat), dan festival budaya yang rutin dilakukan di Lembah Baliem, di Pegunungan Jayawijaya. Tetapi bukan hanya itu, dengan potensi lebih dari 200 suku dan bahasa di Papua, tersimpan  pula tradisi khas masyarakat Papua.

Berikut adalah beberapa tradisi masyarakat di Papua ;

1. Tradisi Bakar Batu
Salah satu tradisi budaya tertua di Papua ini, adalah simbol rasa syukur dan persaudaraan, akan tetapi di daerah tertentu Bakar batu biasanya juga dilakukan dalam prosesi upacara kematian. Tradisi Bakar Batu merupakan sebuah cara yang digunakan masyarakat Papua, untuk memasak beberapa jenis bahan makanan (ubi, singkong, daging Babi dan sayur-sayuran) di atas batu yang telah dipanaskan. Ada beberapa tahapan untuk melakukan Bakar Batu, diantaranya adalah menyiapkan lubang untuk tempat menyusun kayu bakar dan batu, beserta bahan makanan yang akan dimasak. Setelah lubang tergali, batu-batu yang telah dikumpulkan disusun berdasarkan ukuran. Batu yang besar di letakkan pada bagian paling bawah, dan di bagian atas akan disusun kayu bakar. Selanjutnya lapisan kayu bakar tersebut akan dilapisi kembali dengan batu yang ukurannya lebih kecil, setelah itu proses pembakaran dilakukan untuk memanaskan batu. Setelah batu panas, barulah bahan makanan yang telah disiapkan disusun sedemikian rupa diatas batu tersebut. Setelah semua bahan makanan tersebut matang, dilakukan kegiatan makan bersama. Tradisi Bakar Batu ini, memiliki beberapa sebutan  yang berbeda untuk masing-masing daerah, namun secara umum dikenal dengan sebutan Barapen.

2. Tradisi Potong Jari Suku Dani
Ada banyak cara menunjukkan rasa berduka bila ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal dunia. Namun, untuk suku Dani yang mendiami wilayah Lembah Baliem, di Papua rasa sedih dan duka cita diwujudkan dengan memotong jari, bila ada anggota keluarga seperti suami/istri, ayah, ibu, anak dan adik. Tradisi yang wajib dilakukan ini, menurut mereka adalah simbol dari kesedihan yang teramat dalam seseorang yang kehilangan anggota keluarganya, selain itu potong jari juga diartikan untuk mencegah kembali malapetaka yang menyebabkan kematian dalam keluarga tersebut. Tradisi potong jari ini dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak, atau parang. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari.

3. Tradisi Tato
Di Papua tradisi merajah tubuh, yang telah berjalan turun temurun. Beberapa suku yang biasanya menghiasi tubuhnya dengan tato adalah suku Moi dan Meyakh di daerah Papua Barat. Motif tato yang dibubuhkan pada tubuh suku-suku di Papua memiliki perbedaan dan ciri tertentu, umumnya tato tersebut memiliki motif geometris atau garis-garis melingkar serta titik-titik berbentuk segitiga kerucut, atau tridiagonal yang dibariskan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan tato di Papua diantaranya adalah menggunakan duri pohon sagu atau tulang ikan, dan mencelupkanannya kedalam campuran arang halus dan getah pohon langsat. Umumnya tato dilakukan pada bagian dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul, punggung dan juga di bagian tangan.
  
4. Tradisi Ararem Suku Biak
Tradisi Ararem adalah prosesi mengantar mas kawin oleh suku Biak. Dalam prosesi ini, mas kawin akan diantarkan dengan berjalan kaki, disertai nyanyian dan tarian. Uniknya kebanyakan tradisi Ararem dilakukan dengan membawa dan mengibar-ngibarkan bendera merah putih, tidak banyak referensi yang dapat menjelaskan mengapa dalam tradisi ini bendera tersebut digunakan. Keunikan tradisi di Papua oleh suku Biak dalam mengantar mas kawin dengan arak-arakan, serta membawa bendera negara tersebut, kemungkinan besar hanya satu-satunya di Indonesia dan tidak dilakukan oleh suku lain di luar Papua.


Demikain semoga bermanfaat.

Salam satunusa



ARTIKEL 33