KEPADA TUHAN KAMI BERHUTANG, KEPADA NEGARA KAMI BERHUTANG, KEPADA ALAM KAMI BERHUTANG.......KONSULTASI GRATIS PROSEDUR, TATA CARA BERKAITAN DENGAN EKSPOR-IMPOR DAN HAL-YANG TERKAIT...email:nusaraya45@gmail.com

28/02/2015

POLITIK DUIT

...............dalam permusyawaratan perwakilan.

Dalam beberapa kasus proses politik, pemilihan pemilihan presiden, pemilihan gubernur, walikota, legislatif...sering ada yang protes karena ada istilah politik uang. Entah kapan mulainya istilah 'politik uang' ini muncul, yang jelas menjadi tenar setelah era demokrasi pasca turunnya Presiden Suharto. Di era yang disebut dengan istilah ORBA, salah satu istilah populer yang kemudian digugat adalah Korupsi-Kolusi-Nepotisme (KKN). Itu pula yang kemudian menjadi hal mendasar yang ingin diubah dalam era reformasi. Itulah salah satu hal yang diharapkan menjadi pembeda antara ORBA dan ORDE Reformasi. Dalam sistem politik, pemilihan presiden, juga berubah. Dari sebelumnya dengan sistem "permusyawan perwakilan", menjadi sistem langsung oleh rakyat yang telah memenuhi syarat. Demikian pula pemilihan kepala daerah, dari sebelumnya bahwa kepala daerah dtentukan oleh PRESIDEN, dimana kepala daerah adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat, menjadi pemilihan langsung oleh rakyat di daerah.

Dari istilah KKN di ORBA, apakah sudah hilang sejalan dengan perubahan sistem politik dan perubahan rezim ? KORUPSI ; KOLUSI ; NEPOTISME ; adalah istilah yang sangat di-HARAMKAN oleh kalangan REFORMIS pada masa pergerakan menuju jatuhnya rezim ORBA. Dua istilah ; kolusi dan nepotisme sudah agak kurang tenar belakangan, tapi sepertinya istilah pertama ; KORUPSI justru makin tenar setelah ORBA jatuh, ditambah satu istilah baru ; POLITIK DUIT.

POLITIK DUIT, dimana dan kapan terjadinya biarlah menjadi operasi rahasia para pelakunya, tetapi menjadi hal fulgar di lapangan. Semoga tidak dalam level pemilihan kepala daerah atau jabatan politik lain yang sudah banyak diawasi banyak pihak prosesnya, tapi bisa jadi dalam banyak organisasi-pun, istilah politik duit ini ada dalam setiap pemilihan "pimpinannya", hanya istilahnya saja barangkali berbeda ; esensinya sama ; duit sebagai penggerak menang atau kalahnya calon pimpinan.

Tapi apapun rezim yanng berkuasa, semangat anti korupsi pasti akan selalu hidup, semoga juga sejalan dengan semangat anti duit dalam prosesnya. Semoga istilah ; KORUPSI - KOLUSI - NEPOTISME tidak berubah menjadi KORUPSI - KOLUSI - POLITIK UANG, meskipun demokrasi memang sangat dekat dengan uang. DEMOKRASI - LIBERALISASI - UANG, pakah jadi momok baru bagi Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ?

04/02/2015

IDE DEMOKRASI

Demokrasi, menurut dewa-dewa yang menyebarkannya yang bernama paman sam dan sekutunya, menurut janji manisnya adalah alat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi semua umat manusia di muka bumi. Supaya bisa diterima di seluruh negara di dunia, berbagai cara dilakukan ; dengan diplomasi yang lembut, diplomasi yang keras (dipaksa), berbagai macam operasi rahasia atau kalau perlu mengirimkan hadiah serangan darat, serangan udara dengan pesawat tempur, armada perang laut, juga hadiah bom dan granat. Yang penting, negara yang dimaksud harus mau menerapkan "demokrasi" dalam sistem politiknya. Setelah sistem politiknya, tidak boleh ketingalan dan harus dijalankan adalah sistem ekonomi, sistem sosial dan semua hal yang berhubungan dengan "hak" individu manusia harus disesuaikan dengan "versi demokrasi". Sistem ekonomi dalam demokrasi yang menginternasional adalah liberalisasi ekonomi. Demokrasi dan liberalisme adalah adalah saudara kembar yang keduanya adalah sebuah paket yang tidak bisa dan boleh dipisahkan. Melalui WTO (world trade organization), liberalisasi ekonomi global itu dijalankan dan merupakan kontrak seumur hidup bagi setiap negara yang sudah ikut didalamnya. Bukan Iran, Arab Saudi atau Mesir, pun Indonesia yang menginsiasi lahirnya WTO, tapi lagi-lagi ini adalah "syahwat" negara-negara (maju) sekutu untuk tetap memimpin dunia. Ada keuntungan yang didapat negara-negara berkembang, tapi jauh lebih besar adalah keuntungan bagi dewa-dewa yang menyebarkannya.
Kita bayangkan saja jika ada tarung bebas ; Harimau VS Kelinci, atau balapan antara kuda VS ayam jago. Demokrasi memberikan hak yang sama, memberikan kebebasan yang seluasnya untuk memilih dan dipilih sebagai kawan ataupun lawan, untuk bersaing dengan siapapun dengan kekuatan seperti apapun dan medan dimanapun. HASILNYA TIDAK AKAN JAUH BAHWA SIAPA KUAT, DIA MENANG.
Lalu, keadilan seperti apa yang dikejar ? kesejahteraan seperti apa yang didapat ?Jika demokrasi itu alat atau kendaraan, yakin saja bahwa alat atau kendaraan itu sudah terlanjur rusak dan bobrok sejak dalam "niat" pembuatnya.

Mari kita lanjutkan kerokan demi mengatasi masuk angin, sambil tidak lupa minum kopi dan singkong goreng..,sebab yang ini khas Indonesia.

01/02/2015

DEMOKRASI # / =KEADILAN # /= KESEJAHTERAAN ???




 Ketika pada tahun 1990 US Agency for International Development (USAID) diluncurkan untuk mendorong dan mengonsolidasikan demokrasi sebagai prinsip pengelolaan sistem politik yang legitimate di seluruh dunia, dan satu tahun sebelumnya, 1989, World Bank "mengkampanyekan" istilah “good governance”, sebagai doktrin pembangunan baru dan tata kelola pemerintahan yang segaris dengan demokrasi liberal. Doktrin ini meyakini bahwa demokrasi tidak hanya dikehendaki dari perspektif hak asasi manusia, tetapi juga dibutuhkan sebagai syarat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan berkelanjutan. Demokrasi liberal dan “anak ideologisnya”, good governance kemudian menjadi tawaran (atau paksaan diplomatik) baru bagi pembangunan negara di berbagai belahan dunia, terutama dunia ketiga. India adalah salah satu negara terbesar di Selatan yang konsisten dalam menjalankan demokrasi. Tetapi, tidak ada perbaikan kesejahteraan masyarakat India akibat kemiskinan, kekurangan gizi dan kelaparan masih saja ada.

Di beberapa negara Afrika seperti Zambia, Pantai Gading, Ghana, dan Kenya,Libya, keadaan masyarakat mereka juga tidak lebih baik dari sebelumnya, termasuk jika ukurannya kesejahteraan. Di negara-negara Timur Tengah yang "dipaksa" berdemokrasi dengan baik; Iraq, Afganistan, Mesir, setelah datangnya "tamu bersenjata dengan wajah demokrasi" toh tidak / sampai hari ini belum memberikan dampak yang baik terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Jika tidak mau dibilang justru "kebinasaan" bangsa karena konflik berkepanjangan. Dalam kasus ini, kesimpulan bahwa demokrasi liberal yang hidup dibalik kerja good governance gagal total memenuhi janjinya.

Kebaikan demokrasi liberal hanya bisa dinikmati oleh elit dan kelas menengah yang mampu terserap dalam struktur politik demokratis dan lembaga-lembaga donor dan kreditor global . Bagi mayoritas masyarakat miskin di Afrika, India ; demokratisasi hanya melahirkan penderitaan dan kemiskinan yang lebih parah. Hal ini yang menyebabkan beragam kerusuhan dan kekacauan sosial yang meluas dan berkepanjangan di banyak negara di Afrika Sub Sahara. Begitupun di Timur Tengah, kekacauan yang massif.

Di Indonesia, semoga harapan banyak pihak tentang demokrasi bisa terwujud, tentunya bahwa negara tetap harus bisa mengendalikan masyarakat yang sedang menikmati kebebasan agar tidak terjadi benturan sosial karena saling merasa benar. Negara harus menjaga agar-agar riak-riak dan hiruk pikuk demokrasi tidak menjadi gelombang yang justru menghempaskan negara dalam kekacauan, dan kemudian gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang proporsional dibawah kebesaran NKRI.

ARTIKEL 33