Aceh, yang termasuk salah satu wilayah NKRI sangat
identik dengan kopi. Karena itulah, kedai kopi banyak kita temui di berbagai
pelosok Provinsi berjuluk Serambi Mekkah ini. Siang maupun malam, berbagai lapisan
masyarakat di wilayah Aceh mengisi kedai-kedai kopi untuk bersantai minum kopi.
Kopi ibarat nafas bagi orang Aceh,
dimana sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, dan sudah ada sejak zaman
kesultanan Aceh.
Tradisi minum kopi ini berkembang turun temurun seiring perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia. Sejak zaman perang dengan kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah utama produksi kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng.
Adapun kopi Gayo yang termasuk jenis Kopi Arabika, di pasar internasional termasuk dalam kelas kopi premium. Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Tanah Air yang merajai 40% pasar dalam negeri.
Untuk Kopi Ulee Kareng, sebagian besar kedai kopi di Banda Aceh menyuguhkan kopi produksi daerah ini. Proses pengolahan bubuk kopi di kedai-kedai kopi ini menyimpan keunikan tersendiri. Bubuk kopi tidak sekedar diseduh dengan air panas tetapi dimasak, sehingga aroma dan citarasa kopi yang keluar benar-benar kuat. Kopi yang sudah dimasak ini kemudian mengalami beberapa kali proses penyaringan menggunakan saringan berbentuk kerucut. Di kedai-kedai kopi ini, biasanya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian, yaitu kopi hitam, kopi + susu dan sanger. Kopi hitam dan kopi susu mungkin sering kita temui di daerah-daerah lain di wilayah Indonesia, tetapi Sanger adalah racikan khas dan orisinil dari Aceh. Jika dilihat sekilas tampilannya, kopi sangeri mirip dengan kopi susu. Tetapi yang khas dari Sanger adalah komposisi susu dan gulanya yang tidak dominan membuat keharuman dan citarasa kopinya lebih terasa. Campuran kopi saring, susu kental dan gula ini kemudian dikocok hingga berbusa.
Meskipun zaman berubah, budaya minum kopi di tengah masyarakat Aceh tetap terjaga hingga ke generasi muda. Yang membuatnya agak berbeda, saat ini fasilitas yang ditawarkan pengelola ikut menentukan ramai tidaknya suatu kedai kopi di Banda Aceh. Kini, tata ruang yang nyaman dan fasilitas internet hotspot (wifi) gratis biasanya menarik lebih banyak kalangan muda untuk lebih betah kongkow di kedai kopi. Meski demikian, bagi penikmat kopi tulen, warung yang sederhana namun menyajikan salah satu racikan kopi terbaik di Aceh seperti Kedai Solong di Ulee Kareng, tetap menjadi tujuan nomor satu saat bertandang ke Banda Aceh.
Tradisi minum kopi ini berkembang turun temurun seiring perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia. Sejak zaman perang dengan kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah utama produksi kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng.
Adapun kopi Gayo yang termasuk jenis Kopi Arabika, di pasar internasional termasuk dalam kelas kopi premium. Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Tanah Air yang merajai 40% pasar dalam negeri.
Untuk Kopi Ulee Kareng, sebagian besar kedai kopi di Banda Aceh menyuguhkan kopi produksi daerah ini. Proses pengolahan bubuk kopi di kedai-kedai kopi ini menyimpan keunikan tersendiri. Bubuk kopi tidak sekedar diseduh dengan air panas tetapi dimasak, sehingga aroma dan citarasa kopi yang keluar benar-benar kuat. Kopi yang sudah dimasak ini kemudian mengalami beberapa kali proses penyaringan menggunakan saringan berbentuk kerucut. Di kedai-kedai kopi ini, biasanya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian, yaitu kopi hitam, kopi + susu dan sanger. Kopi hitam dan kopi susu mungkin sering kita temui di daerah-daerah lain di wilayah Indonesia, tetapi Sanger adalah racikan khas dan orisinil dari Aceh. Jika dilihat sekilas tampilannya, kopi sangeri mirip dengan kopi susu. Tetapi yang khas dari Sanger adalah komposisi susu dan gulanya yang tidak dominan membuat keharuman dan citarasa kopinya lebih terasa. Campuran kopi saring, susu kental dan gula ini kemudian dikocok hingga berbusa.
Meskipun zaman berubah, budaya minum kopi di tengah masyarakat Aceh tetap terjaga hingga ke generasi muda. Yang membuatnya agak berbeda, saat ini fasilitas yang ditawarkan pengelola ikut menentukan ramai tidaknya suatu kedai kopi di Banda Aceh. Kini, tata ruang yang nyaman dan fasilitas internet hotspot (wifi) gratis biasanya menarik lebih banyak kalangan muda untuk lebih betah kongkow di kedai kopi. Meski demikian, bagi penikmat kopi tulen, warung yang sederhana namun menyajikan salah satu racikan kopi terbaik di Aceh seperti Kedai Solong di Ulee Kareng, tetap menjadi tujuan nomor satu saat bertandang ke Banda Aceh.
Demikian semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment