Ketika pada
tahun 1990 US Agency for International Development (USAID) diluncurkan untuk
mendorong dan mengonsolidasikan demokrasi sebagai prinsip pengelolaan sistem
politik yang legitimate di seluruh dunia, dan satu tahun sebelumnya, 1989,
World Bank "mengkampanyekan" istilah “good governance”, sebagai
doktrin pembangunan baru dan tata kelola pemerintahan yang segaris dengan
demokrasi liberal. Doktrin ini meyakini bahwa demokrasi tidak hanya dikehendaki
dari perspektif hak asasi manusia, tetapi juga dibutuhkan sebagai syarat
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan berkelanjutan. Demokrasi liberal dan
“anak ideologisnya”, good governance kemudian menjadi tawaran (atau paksaan
diplomatik) baru bagi pembangunan negara di berbagai belahan dunia, terutama
dunia ketiga. India
adalah salah satu negara terbesar di Selatan yang konsisten dalam menjalankan
demokrasi. Tetapi, tidak ada perbaikan kesejahteraan masyarakat India akibat
kemiskinan, kekurangan gizi dan kelaparan masih saja ada.
Di beberapa
negara Afrika seperti Zambia, Pantai Gading, Ghana, dan Kenya,Libya, keadaan
masyarakat mereka juga tidak lebih baik dari sebelumnya, termasuk jika
ukurannya kesejahteraan. Di negara-negara Timur Tengah yang "dipaksa"
berdemokrasi dengan baik; Iraq, Afganistan, Mesir, setelah datangnya "tamu
bersenjata dengan wajah demokrasi" toh tidak / sampai hari ini belum
memberikan dampak yang baik terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Jika tidak
mau dibilang justru "kebinasaan" bangsa karena konflik berkepanjangan.
Dalam kasus ini, kesimpulan bahwa demokrasi liberal yang hidup dibalik kerja
good governance gagal total memenuhi janjinya.
Kebaikan
demokrasi liberal hanya bisa dinikmati oleh elit dan kelas menengah yang mampu
terserap dalam struktur politik demokratis dan lembaga-lembaga donor dan
kreditor global . Bagi mayoritas masyarakat miskin di Afrika, India ;
demokratisasi hanya melahirkan penderitaan dan kemiskinan yang lebih parah. Hal
ini yang menyebabkan beragam kerusuhan dan kekacauan sosial yang meluas dan
berkepanjangan di banyak negara di Afrika Sub Sahara. Begitupun di Timur
Tengah, kekacauan yang massif.
Di
Indonesia, semoga harapan banyak pihak tentang demokrasi bisa terwujud,
tentunya bahwa negara tetap harus bisa mengendalikan masyarakat yang sedang
menikmati kebebasan agar tidak terjadi benturan sosial karena saling merasa
benar. Negara harus menjaga agar-agar riak-riak dan hiruk pikuk demokrasi tidak
menjadi gelombang yang justru menghempaskan negara dalam kekacauan, dan
kemudian gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang proporsional dibawah
kebesaran NKRI.
No comments:
Post a Comment